TEORI BEHAVIORISTIK
Teori Behaviorism juga biasa disebut S-R
Conditioning. Kelompok ini mencakup 3 teori yaitu S-R Bond, Conditioning dan
Reinforcement. Kelompok teori ini berangkat dari asumsi bahwa anak/individu
tidak memilki/membawa potensi apa-apa dari kelahirannya. Perkembangan anak
ditentukan faktor-faktor yang berasal dari lingkungan. Kelompok teori ini tidak
mengakui sesuatu yang sifatnya mental. Perkembangan anak menyangkut hal-hal
nyata yang dapat dilihat, diamati.
Teori S-R Bond (Stimulus-Responce) bersumber
dari Psikologi Koneksionisme atau teori Assosiasi dan merupakan teori yang
paling awal dari rumpum behaviorisme. Menurut konsep mereka kehidupan ini
tunduk pada hukum stimulus-response atau aksi-reaksi. Demikian hal nya dengan
belajar,tidak lain dari pada hubungan stimulus-respon. Belajar adalah upaya untuk
membentuk hunagna stimulus-respon sebanyak-banyaknya. Tokoh utama dari teori
ini adalah Edward L. Thorndike. Ada 3 hukum belajar yang sangat terkenal dari
Thorndike, yaitu :”Law of readiness, Law of excercise or repetition and Law
of effect” (Bigge ang Thurt, 1980, h. 273)
Menurut hukum kesiapan, hubungan antara
stimulus dengan respons akan terbentuk atau mudah terbentuk apabila telah ada
kesiapan pada sistem syaraf individu. Yang kedua hukum latihan atau
pengulangan, hubungan anatar stimulus dengan respon akan terbentuk apabila
sering dilatih atau diulang-ulang. Menurut hukum akibat (Law of effect),
hubungan stimulus dan respon akan terjadi apbila ada akibat yang menyenangkan.
Teori kedua dari rumpun Behaviorisme adalah Conditioning
atau Stimulus-Responce with Conditioning. Tokoh utama dari teori ini adalah
Watson, terkenal dengan percobaan Conditioning pada anjing. Belajar atau
pemebntukan hubungan antara stimulus dengan respon perlu dibantu dengan kondisi
tertentu. Sebelum anak-anak masuk kelas dibunyikan bel, demikian terjadi setiap
hari dan setiap saat pertukaran jam pelajaran.
Teori ketiga, adalah reinforcement dengan
tokoh utamanya C.L. Hull. Teori ini berkembang dari teori Psikologi
Reinforcement, merupakan perkembangan lebih lanjut dari teori S-R Bond dan
Conditioning. Kalau pada teori conditioning, kondisi diberikan pada stimulus
maka pada Reinforcement kondisi diberikan pada respons. Karena anak belajar
sunguh-sungguh (stimulus) selain ia menguasai apa yang dipelajarinya (respon)
maka guru memberi angka tinggi, pujian, mungkin juga hadiah.
Rumpun yang ketiga adalah Cognitive Gestalt
Field. Teori belajar pertama dari rumpun ini adalah teori Insight. Aliran ini
bersumber dari Psikologi Gestalt Field. Menurut mereka belajar adalah proses
mengembangkan insight atau pemahaman baru atau mengubah pemahaman lama.
Pemahamna terjadi apabila ada individu menemukan cara baru dalam menggunakan
unsur-unsur yang ada dalam lingkuangan, termasuk struktur tubuhnya sendiri.
Teori belajar Goal Insight berkembang dari Psikologi
Configurationalism. Menurut mereka individu selalu berinteraksi dengan
lingkunagn. Perbuatan individu selalu bertujaun, diarahkan kepada pembentukan
hubungan dengan lingkungan. Belajar merupakan usaha untuk mengembangkan
pemahaman tingkat tinggi. Pemahaman tingkat tinggi adalah pemahaman yang telah
teruji, yang berisi kecakapan menggunakan suatu objek,fakta, proses atau pun
ide dalam berbagai situasi. Pemahaman tingkat tinggi memungkinkan seseorang
bertindak inteligen, berwawasan luas, mampu memecahkan berbagai masalah.
Teori belajar Cognitive Field bersumber pada
Psikologi Lapangan (Field Psikology), dengan tokoh utamnya Kurt Lewin. Individu
selalu berada dalam suatu lapangan psikologis yang oleh Lewin disebut life
space. Dalam lapangan ini selalu ada tujuan yang ingin dicapai ada motif yang
mendorong pencapaian tujuan dan ada hambatan-hambatan yang harus diatasi.
Istilah Cognitive berasal dari bahasa latin
“Cognoscere” yang berarti menegetahui (to know). Aspek ini dalam teori belajar
cognitive field berkenaan dengan bagaimana individu memahami dirinya dan
lingkungannya ,bagaimana ia menggunakan penegtahuan dan pengenalannya serta
berbuat terhadap lingkungannya. Bagi penganut Cognitive Field, belajar
merupakan suatu proses interaksi, dalam proses interaksi tersebut ia
mendapatkan pemahaman baru atau menemukan struktur kognitif lama. Dalam
membimbing proses belajar, guru harus mengerti akan dirinya dan orang lain,
sebab dirinya dan orang lain serta lingkunganya merupakan suatu kesatuan.
PENERAPAN TEORI BEHAVIORISTIK DALAM KURIKULUM PENDIDIKAN
Kurikulum Behavioristik adalah kurikulum yang lebih
mengutamakan pengembangan keterampilan pada siswanya. Dasar kurikulum ini yaitu
filsafat pragmatis. Filsafat pragmatis yaitu filsafat yang mengutamakan
kegunaan atau manfaat yang akan dihasilkan dari pembelajaran penggunaan
kurikulum behavioristik..
Tujuan pembelajaran/pendidikan
1.
Menjadikan
tamatannya menjadi manusia yang berguna, yaitu manusia yang bisa langsung
mengaplikasikan apa yang telah dipelajarinya dalam kehidupan sehari-hari.
2.
Menciptakan
manusia yang terampil dalam kehidupan karena dalam pembelajaran ini penyajian isi atau materi pelajaran menekankan pada ketrampian.
3.
Agar tamatan memilki kesiapan
kemampuan untuk memasuki lapangan kerja.
4.
Menciptakan manusia cekatan agar
mampu bekerja secara profesional.
MATERI/BAHAN
PEMBELAJARAN
Penyajian isi atau materi pelajaran
menekankan pada ketrampilan. Sesuai dengan bentuknya, sekolah yang menggunakan kurikulum
behavioristik, menyelenggarakan program-program pendidikan yang disesuaikan
dengan jenis-jenis lapangan pekerjaan yang akan diambil. Berikut ini beberapa
pilihan penyajian materi/bahan yang ditawarkan dalam kurikulum behavioristik:
1. Prosedur :
misalnya untuk pembelajaran tata boga.
2.
Sistematika :misalnya dalam pembuatan karya ilmiah.
3.
Job deskripsi :misalnya dalam
pembelajaran bisnis.
4.
Kerangka kerja :misalnya dalam
penelitian.
5.
analisis :misalnya
dalam menganalisa suatu masalah
6. Evaluasi :upaya
penilaian secara teknis dan ekonomis terhadap suatu mata pelajaran
7.
Pragmatis :misalnya dalam
pembelajaran teknologi.
METODE
PENDIDIKAN
Walaupun hakikatnya pendekatan kompetensi yang digunakan dalam pengembangan
lebih menitikberatkan pada sisi tingkat pencapaian kemampuan hasil belajar
siswa (product oriented), tapi
dalam rangka upaya menanamkan nilai-nilai etos kerja secara positif, rancangan
kurikulum behavioristik tetap memberikan perhatian yang proporsional terhadap
proses pembelajarannya. Karena diyakini sepenuhnya, bahwa sikap dan etika kerja
yang baik hanya dapat dibina dengan baik melalui proses pembelajaran pembiasaan
(habit forming) .
Untuk
memberikan pengalaman belajar yang lebih bermakna dan sekaligus terkait dengan
kebutuhan nyata di lapangan kerja, sejak awal kurikulum behavioristik sengaja
dirancang dan dipertimbangkan kemungkinan lebih banyak memberikan kesempatan
belajar kepada siswa melalui pengalaman nyata di lapangan pekerjaan. Niat
tersebut diwujudkan dalam bentuk :
1.
Penggunaan Pendekatan Kompetensi
secara konsisten dalam pengembangan, sehingga melahirkan rumusan profil
kemampuan tamatan yang menjadi acuan utama dalam menetapkan keputusan
implementasi dan pengembangan kurikulum di lapangan. Dengan acuan profil
kemampuan tamatan tersebut, memungkinkan pengguna kurikulum behavioristik
menggunakan berbagai pola penyelenggaraan pendidikan tanpa harus terpaku kepada
pola konvensional, misanya dapat menggunakan pola magang secara variatif.
2.
Penambahan waktu untuk kegiatan
PKL (Pengalaman Kerja Lapangan) yang merupakan bagian tak terpisahkan dari
kegiatan intrakurikuler, sehingga memungkinkan setiap siswa memperoleh
pengalaman kerja rata-rata lebih banyak dibandingkan sebelumnya.
SARANA/FASILITAS
Sesuai dengan bentuknya, kurikulum behavioristik menyediakan sarana yang
disesuaikan dengan jenis program studi. Contoh sarana dalam kurikulum
behavioristik:
1.
Bengkel kerja :misalnya dalam
pembelajaran teknik
2. Laboratorium :misalnya
dalam penelitian
3. Lahan tanah :misalnya
dalam pembelajaran pertanian
4. Koperasi :misalnya
dalam pembelajaran ekonomi
5. Bank mini :misalnya
dalam pembelajaran akuntansi
SISTEM EVALUASI
Sistem evaluasi yang diterapkan dalam kurikulum
behavioristik ada 4 macam yaitu :
1. Praktek :
evaluasi ini digunakan agar siswa mampu menerapkan apa yang dipelajari di
lapangan. Misalnya: menjadi tenaga magang di sebuah perusahaan.
2. Produk :
Mampu membuat sebuah karya yang berhubungan dengan program studi yang
dipelajari. Misalnya: membuat produk makanan bagi siswa SMK jurusan Tata Boga.
3. Proses :
Perkembangan siswa dalam pembelajaran ke arah yang lebih baik.
4. Pengamatan
GURU DALAM BEHAVIORISTIK
Guru dalam kurikulum
behavioristik memiliki kriteria yang harus dipenuhi antara lain :
1. Ketrampilan
tinggi / ahli : Guru harus memiliki
ketrampilan tinggi dan ahli dalam program studi yang diajarkannya.
2. Tokoh
masyarakat
3. Nara sumber :Guru harus mampu menjadi narasumber
yang benar dengan memberi contoh cara kerja yang benar, menunjukkan kemanfaatan
materi yang dipelajari siswa, agar dapat menumbuhkan motivasi belajar secara
positif. Guru mempunyai pengalaman di bidang yang diajarkan sehingga lebih mendalami pokok bahasan yang diajarkan.
4. Spesialis :Guru memang ahli dalam bidang yang
diajarkan.
5. Mandiri .
SISWA
DALAM BEHAVIORISTIK
Siswa dalam pembelajaran behavioristik mempunyai
ciri-ciri:
1. Anak berbakat
2. Sehat fisik dan psikis
3. Semangat tinggi
4. Bisa mandiri
5. Bisa kerjasama
6. Energik
BAB III
PENUTUP
1)
Kesimpulan
·
Kurikulum Behavioristik adalah kurikulum yang lebih mengutamakan
pengembangan keterampilan pada siswanya.
·
Untuk memberikan pengalaman
belajar yang lebih bermakna dan sekaligus terkait dengan kebutuhan nyata di
lapangan kerja, sejak awal kurikulum behavioristik sengaja dirancang dan
dipertimbangkan kemungkinan lebih banyak memberikan kesempatan belajar kepada
siswa melalui pengalaman nyata di lapangan pekerjaan
·
Sistem evaluasi yang diterapkan dalam kurikulum behavioristik ada 4 macam
yaitu : praktek, produk, proses, pengamatan.
2)
SARAN
Setiap kurikulum mempunyai kelebihan dan kekurangannya masing-masing
sehingga disarankan dalam penggunaan kurikulum didasarkan pada kebutuhan yang
ingin dicapai nantinya. Jika ingin mencetak siswa yang mempunyai ketrampilan
tinggi diharapkan menggunakan kurikulum behavioristik. Karena kurikulum ini
mempunyai tujuan utama untuk menciptakan lulusan yang mempunyai ketrampilan
yang selanjutnya mampu digunakan dalam lapangan kerja.
DAFTAR
PUSTAKA
Yamin,Moh.2009.Manajemen Mutu Kurikulum
Pendidikan.Yogyakarta: DIVA Press
Achmady,Z.A.1993.Kurikulum Sekolah Menengah
Kejuruan.Jakarta: Departemen Pendidikan dan Kebudayaan
Tidak ada komentar:
Posting Komentar